Senin, 23 Maret 2015

PRIA PESAKITAN Karya Tri Cahyana Nugraha Di dasar pikiran nan tandus, aku memunguti memori putih di balik pekatnya kepedihan. Memungut, seakan tak ada lagi memori putih baru di dunia, seakan tuhan tak pernah memberiku memori putih selain yang kupungut. Kurangkai memori putih, namun terpecah dan kembali bertebaran. kurangkai memori putih kembali, namun terpecah dan kembali bertebaran. Hatiku serasa terkoyak, pikiranku serasa tersayat. Betapa tidak, wanita yang kucinta pergi tanpa sepatah kata bersama masa lalunya. Meninggalkan kenangan seakan sampah busuk yang tak berguna baginya, meninggalkan senyuman yang seb

PRIA PESAKITAN
Karya Tri Cahyana Nugraha
Di dasar pikiran nan tandus, aku memunguti memori putih di balik pekatnya kepedihan. Memungut, seakan tak ada lagi memori putih baru di dunia, seakan tuhan tak pernah memberiku memori putih selain yang kupungut. Kurangkai memori putih, namun terpecah dan kembali bertebaran. kurangkai memori putih kembali, namun terpecah dan kembali bertebaran. Hatiku serasa terkoyak, pikiranku serasa tersayat. Betapa tidak, wanita yang kucinta pergi tanpa sepatah kata bersama masa lalunya. Meninggalkan kenangan seakan sampah busuk yang tak berguna baginya, meninggalkan senyuman yang seakan hina baginya.
“aku jemput ya” usulku di telfon seminggu sebelum dia pergi.
“ga usah ih aku mau pulang bareng temen”
“ih ma aku aja, mumpung aku lagi di kosan temen di sukajadi”
“ih tapi aku mau maen dulu ke ciwalk”
“yaudah kalo udah mau pulang sms aku”
“insyaallah ya”
“ih harus ah, sekalian ketemuan aku kangen”
“ih yaudah terserah. Emang kamu ngapain di sukajadi?”
“lagi di kosan temen”
“ah bohong, kamu mah lagi di rumah yaa”
“engga ih beneraaan”
Karya Tri Cahyana Nugraha
Di dasar pikiran nan tandus, aku memunguti memori putih di balik pekatnya kepedihan. Memungut, seakan tak ada lagi memori putih baru di dunia, seakan tuhan tak pernah memberiku memori putih selain yang kupungut. Kurangkai memori putih, namun terpecah dan kembali bertebaran. kurangkai memori putih kembali, namun terpecah dan kembali bertebaran. Hatiku serasa terkoyak, pikiranku serasa tersayat. Betapa tidak, wanita yang kucinta pergi tanpa sepatah kata bersama masa lalunya. Meninggalkan kenangan seakan sampah busuk yang tak berguna baginya, meninggalkan senyuman yang seakan hina baginya.
“aku jemput ya” usulku di telfon seminggu sebelum dia pergi.
“ga usah ih aku mau pulang bareng temen”
“ih ma aku aja, mumpung aku lagi di kosan temen di sukajadi”
“ih tapi aku mau maen dulu ke ciwalk”
“yaudah kalo udah mau pulang sms aku”
“insyaallah ya”
“ih harus ah, sekalian ketemuan aku kangen”
“ih yaudah terserah. Emang kamu ngapain di sukajadi?”
“lagi di kosan temen”
“ah bohong, kamu mah lagi di rumah yaa”
“engga ih beneraaan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar