Gerak pada umumnya terjadi secara
sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks.
Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil
olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah
yang harus dilaksanakan oleh efektor. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan
tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol
dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau
tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin,
atau batuk. Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas,
yaitu dimulai dari reseptor penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf
sensori ke pusat saraf, diterima oleh sel saraf penghubung (asosiasi) tanpa
diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk
disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut
lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf
penghubung (asosiasi) berada di dalam otak, misalnya, gerak mengedip atau
mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang belakang bila sel
saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada
lutut. Unit dasar setiap kegiatan reflek terpadu adalah lengkung reflek.
Lengkung reflek ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau
lebih sinapsis yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis,
serat saraf eferen, dan efektor (Pavlov,2010).
Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara
neuron somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla
spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis
medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan badan selnya akan
terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus
cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat
sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum
Bell-Magendie. Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik,
sebagai potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang.
Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal
atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan
sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP),
terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa
potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP) dan
potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di
hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga
berupa repons yang bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai
di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang.
Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat
mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa
otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan
potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa
hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system saraf
pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai
masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut
(Pearce,2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar