Senin, 23 Maret 2015

Mencit Sebagai Hewan Coba



            Para peneliti, terutama dalam percobaan yang berkaitan dengan medis, hampir selalu menggunakan tikus sebagai hewan percobaannya. Bahkan, 95 persen dari semua hewan percobaan adalah tikus. Dari merancang suatu obat baru untuk melawan penyakit kanker sampai melakukan pengujian terhadap berbagai jenis suplemen makanan, para peneliti menggantungkan harapannya pada tikus yang telah memainkan peran penting dalam mengembangkan ilmu medis sampai seperti sekarang ini (Subarnas, Suwendar, Qowiyyah, 2008).
            Para ilmuwan dan peneliti sangat bergantung pada tikus dalam percobaannya karena beberapa alasan. Salah satunya adalah kenyamanan, karena, tikus adalah binatang yang kecil sehingga mudah disimpan dan dipelihara, dan dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan baru. Mereka juga berkembang biak dengan cepat dan memiliki umur pendek antara dua sampai tiga tahun, sehingga beberapa generasi tikus dapat diamati dalam waktu yang relatif singkat (Sulaksono, 1987).
            Sejak awal abad ke-20, tikus banyak digunakan sebagai media percobaan dan pengetesan obat baru, dan hal itu telah memberikan sumbangan yang besar bagi ilmuwan untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Periset memilih tikus sebagai hewan percobaan karena tikus mempunyai banyak keunggulan, antara lain banyak gen tikus relatif mirip dengan manusia, dalam binatang menyusui (mamalia), kemampuan berkembangbiak tikus sangat tinggi, relatif cocok untuk digunakan dalam eksperimen massal, tipe bentuk badan tikus kecil, mudah dipelihara dan obat yang digunakan di badannya dapat relatif cepat termanifestasi. Mencit juga dapat membuat penelitian lebih efisien karena anatomi, fisiologi dan gen etika mereka telah dipahami dengan baik oleh para peneliti, sehingga lebih mudah mengetahui apa yang menyebabkan perubahan dalam perilaku atau karakteristik tikus. Selain itu, sebagian besar mencit yang digunakan dalam percobaan medis adalah hasil perkawinan dari tikus yang memiliki hubungan keluarga yang dekat, sehingga selain perbedaan jenis kelamin, mereka hampir identik secara genetik. Hal ini dapat membantu membuat hasil percobaan medis lebih seragam (Malole, 1989).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar