Para peneliti, terutama
dalam percobaan yang berkaitan dengan medis, hampir selalu menggunakan tikus
sebagai hewan percobaannya. Bahkan, 95 persen dari semua hewan percobaan adalah
tikus. Dari merancang suatu obat baru untuk melawan penyakit kanker sampai
melakukan pengujian terhadap berbagai jenis suplemen makanan, para peneliti
menggantungkan harapannya pada tikus yang telah memainkan peran penting dalam
mengembangkan ilmu medis sampai seperti sekarang ini (Subarnas,
Suwendar, Qowiyyah, 2008).
Para ilmuwan dan peneliti sangat
bergantung pada tikus dalam percobaannya karena beberapa alasan. Salah satunya
adalah kenyamanan, karena, tikus adalah binatang yang kecil sehingga mudah
disimpan dan dipelihara, dan dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungan
baru. Mereka juga berkembang biak dengan cepat dan memiliki umur pendek antara
dua sampai tiga tahun, sehingga beberapa generasi tikus dapat diamati dalam
waktu yang relatif singkat (Sulaksono, 1987).
Sejak awal abad ke-20, tikus banyak digunakan sebagai
media percobaan dan pengetesan obat baru, dan hal itu telah memberikan
sumbangan yang besar bagi ilmuwan untuk mengatasi berbagai macam penyakit. Periset memilih tikus sebagai hewan percobaan karena
tikus mempunyai banyak keunggulan, antara lain banyak gen tikus relatif mirip
dengan manusia, dalam binatang menyusui (mamalia), kemampuan berkembangbiak
tikus sangat tinggi, relatif cocok untuk digunakan dalam eksperimen massal,
tipe bentuk badan tikus kecil, mudah dipelihara dan obat yang digunakan di
badannya dapat relatif cepat termanifestasi. Mencit juga dapat membuat
penelitian lebih efisien karena anatomi, fisiologi dan gen etika mereka telah
dipahami dengan baik oleh para peneliti, sehingga lebih mudah mengetahui apa
yang menyebabkan perubahan dalam perilaku atau karakteristik tikus. Selain itu,
sebagian besar mencit yang digunakan dalam percobaan medis adalah hasil
perkawinan dari tikus yang memiliki hubungan keluarga yang dekat, sehingga
selain perbedaan jenis kelamin, mereka hampir identik secara genetik. Hal ini
dapat membantu membuat hasil percobaan medis lebih seragam (Malole, 1989).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar